Thursday, October 19, 2017

Kali ini tentang pulang kampung

Juni lalu, keluarga muaipani pulang kampung ke solo dalam rangka merayakan Idul Fitri 1438 H. Perjalanan itu cukup berkesan untuk saya, ya mungkin juga untuk muai&jibril, karena kami menghabiskan kurang lebih 2 minggu di solo.. *setengah bulan kalau kata mamah, haha..*

Trus 2 minggu itu cuti lebarannya? iya dong! Ngeri kan? Hehehe..

Nggak sengeri itu juga sih.. Karena memang kami terakhir mudik pas lebaran ke solo itu udah 2011 lalu, jadi ya sekarang semacam mengobati kerinduan dan memaknai 'pulang', terutama untuk muai..



Lalu apa yang berkesan selama mudik itu?

Pertama, mungkin soal puasa Ramadan itu sendiri ya. Kalau di jakarta, saya merasa selama Ramadan yang ga beda-beda jauh dengan hari biasa. Kecuali saat sahur, berbuka, dan masjid/musala jadi lebih ramai dari biasanya.

Nah, saat kami mudik ke solo--dengan niat merayakan Idul Fitri--justru saat tiba di sana saya merasa agak malu hati. Sebab, keluarga di sana masih khusuk ibadah Ramadan. Seperti saat saya tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan sederhana, "Gimana Ramadan di Jakarta?" Hmmm.. saya pun langsung berpikir soal 'bussiness as usual' yang saya jalani.. :(


Kedua, mengenai persiapan Idul Fitri di solo. Persiapan Idul Fitri seperti memasak, membersihkan rumah, menyiapkan segalanya untuk open house membuat saya memaknai mudik kali ini bukan sebagai 'liburan' atau 'traveling', tapi justru sebagai 'pulang ke rumah'.

Kenapa saya sebut pulang ke rumah? Karena memang saya turut serta menyiapakan semua hal menjelang open house Idul Fitri. Bukan cuma saya sih tentunya, ada muai dan inlaws yang juga melakukan hal yang sama.

Hal ini cukup berbeda dengan Idul Fitri di Jakarta yang sudah sangat simpel. Tidak perlu repot-repot menyiapkan hidangan lebaran, karena kami tinggal pesan ke tetangga. Butuh kue lebaran? Daripada repot waktu&tenaga tinggal ikut PO kue lebaran aja dari kawan langganan.

Bukan bermaksud membanding-bandingkan mana persiapan lebaran yang lebih baik antara Solo dan Jakarta. Namun saat mudik kemarin saya merasa jiwa lebih 'kaya' aja karena bisa membantu menyiapkan segala sesuatu untuk open house hari raya Idul Fitri.


Ketiga, soal kumpul keluarga besar. Saat lebaran di jakarta, saya sudah tidak punya lagi tradisi kumpul keluarga besar di hari pertama lebaran. Sebab keluarga bapak generasi tuanya sudah ga ada semua. Paling kami berkunjung ke rumah bude dan akan melakukan kumpul-kumpul arisan selepas lebaran.



Hal itu berbeda dengan keluarga besar Muai di solo yang cenderung masih 'cukup lengkap'. Masih ada acara open house saat hari pertama lebaran di rumah Bapak mertua di solo baru. Lalu pertemuan trah keluarga besar di hari kedua lebaran yang biasa disebut sebagai 'hari lebaran di desa'.




Keempat, jelajah kuliner. Salah satu hal yang bisa dilakukan di solo adalah wisata kuliner. Saat mudik kemarin, muai bisa tuh puas-puasin sarapan soto dan nasi liwet, jajan tahu kupat, jajan bakso, jajan mi toprak, dan jajan-jajan lainnya untuk melepas rindu.. *halah*

Yang istimewa di mudik kemarin, karena kami cuti cukup panjang, kami bisa jajan makanan2 legendaris yang baru buka kembali H+berapa lebaran. Berbeda halnya klo kami ambil cuti cuma seminggu kayak di 2011. Bawaannya stres dan agak BT karena baru sebentar happy tau-tau udah mesti masuk kerja lagi.. zzz..


Kelima, soal piknik/touring naik motor antar-kota dalam provinsi, haha.. Perjalanan mudik kami ke solo kemarin bisa dibilang cukup ngirit dalam hal transportasi. Sebab kami kemarin meminjam motor milik mas arif hana (kakak ipar muai) untuk mobilitas selama di solo.. Hal itu membuat kami bisa berkeliling keluar kota seperti ke tawangmangu dan ke wonogiri..

Piknik PP ke Tawangmangu kali ini sangat berkesan untuk saya. Sebab baru kali ini saya bisa membayangkan macetnya puncak saat libur lebaran. Nah, pas kami piknik ke tawangmangu lumayan macet tuh perjalanan--bagi yang bawa mobil, haha.. karena kami naik motor ya lumayan lancar lah..

Trus, kali ini kami memutuskan untuk piknik di Bumi Perkemahan Sekipan, Tawangmangu. Kami ga kemping sih di sana. Cuma seneng aja nikmati suasana, ada sungai kecil--Jibril happy banget pas nyemplung ke sungai kecil.. selain itu kami juga foto-foto di hammock, dan juga di depan rumah-rumah papua. Memang tidak terlalu 'hip' sih, cuma piknik ke sekipan itu sangat menyenangkan lah bagi saya..



Di hari yang berbeda kami juga pergi bermotor ke wonogiri. Saat itu kami bersilaturahim ke rumah Mbok Nem (pengasuh muai dan kakak-kakaknya saat kecil) di Manyaran, Wonogiri.

Tahun ini adalah kali kedua saya silaturahim ke tempat mbok nem. Sebelumnya kami ke sana saat kami mudik 2011. Jadi setelah enam tahun, kami kembali ke sana. Kali ini bersama Jibril.

Hanya saja kali ini pertemuan dengan mbok nem tidak seindah memori saya saat 2011 silam karena mbok nem terserang penyakit pikun sejak sebelum Ramadan. Mbok nem tidak mengenali muai, mbak isna (kakak muai), apalagi saya yang baru kali kedua ini bertemu. Pandangan mbok nem serasa jauh, seperti tidak fokus. Saat diminta jangan stress, mbok nem menjawab dia tidak stress kok.

Trenyuh.

Saya dan Muai pun berpikir untuk memberikan 'pertolongan lebih lanjut' untuk mbok nem. Karena kami menyimpulkan dia terkenan demensia akut. Tapi sebelum semua itu terwujud, sekitar 3 bulan setelah kami bertemu mbok nem, dia dipanggil Allah SWT.

Ya Allah, semoga Mbok Nem khusnul khotimah..


Keenam, piknik keluarga besar ke pantai Parangtitis. Saat di solo kami sekeluarga besar sempat menyewa elf untuk melakukan perjalanan ke jogja. Rute kali ini adalah menjenguk ayah mbak umi (istri mas iwan kakak muai) yang tengah sakit akibat stroke. Kondisi bapaknya mbak umi sudah mulai membaik ketika kami temui. Meski bicaranya masih pelo, tapi sudah bisa berkomunikasi.



Setelah itu, perjalanan kami berlanjut ke Pantai Parangtritis. Sebenarnya kami ingin masuk kota jogja, main di taman pintar, baru kemudian di Parangtritis. Tapi nampaknya jogja dan lebaran adalah dua hal yang enggak banget kalau bersatu. Soalnya jalanan ke arah kota macet banget nget nget.. akhirnya kami ya ga masuk kota tapi langsung ke arah pantai.

Di parangtritis kami tiba pukul 14.00. Matahari lagi cantik-cantiknya ya, hihihi.. tapi seperti biasa, para ponakan dan juga jibril sangat antusias mau nyemplung ke laut. Meski akhirnya mereka bisa ditahan dulu untuk makan, baru kemudian mandi-mandi di laut.

Selesai mandi-mandi di laut, mereka makan-makan lagi, lalu foto langsung jadi berlatar belakang paris beach--singkatan kekinian pantai parangtritis, dan ga lama setelah itu kami pulang lagi ke solo.



Hanya satu hal yang kurang sip selama perjalanan jogja-solo itu. Yaitu sopir elf nya yang bawa mobil ugal-ugalan. Macam sopir angkot/metromini di Jakarta saat macet, klo ga nyodok-nyodok kayaknya ga afdol.. zzz..


Ketujuh, perjalanan pulang transit ke bandung. Sebenarnya perjalanan kami saat pergi pun juga sempat transit di Bandung. Kami mendapat tiket kereta bandung-solo, solo-bandung. Jadilah kami pergi dan pulang transit dulu di ibu kota pariangan itu.. *err..*

Perjalanan dengan transit yang menurut saya berkesan itu memang saat pulang. Saat kami memilih kereta malam dari solo ke bandung walaupun saya paling tidak suka perjalanan malam hari. Soalnya saya ga pernah bisa tidur. Jadi besoknya pasti rentek semua badan..

Di perjalanan kali ini ada bagusnya juga kami naik kereta malam karena jibril bisa tidur (meski ibunya hanya tidur +/-2 jam saja, hiks).

Saat tiba di bandung pun kami cukup impulsif karena sudah memesan travel tetapi belum memesan hotel. Jadilah saya mengontak salah satu sahabat saya nandia yang mamanya tinggal di bandung untuk bisa transit di rumahnya, untuk numpang mandi pagi.. *krik banget ya, haha..*

Fyi, nandia ini waktu itu sedang studi di belanda. Jadi saya main ke rumah mamanya, tanpa bertemu sahabat saya itu..

Cuma Alhamdulillah banget deh punya sahabat yang rasanya udah kaya keluarga jauh gitu. Jadi saat saya ke rumah mamanya itu, saya ngerasa diterima banget. Malah disuguhin sarapan segala. *tamu ngerepotin..*



Makasih banget ya Tante, Teh Dina, Teh Ratna dan keluarga besar margacinta yang udah menerima kami pagi itu.. We're blessed..

Dari rumah mamanya nandia kami pun memulai petualangan di bandung dengan menuju ke... Farm House Lembang.. ternyata meski udah seminggu lewat dari lebaran jalan ke arah lembang tetep macet ya.. udah gitu di farm house nya masih kaya cendol juga.. *emang tempatnya kecil juga..*



Cuma karena Jibril belum pernah main ke tempat binatang-binatang ternak itu yaudah kami ajak ke sana.. bocahnya cukup happy sampai jarinya ga sengaja kegigit kelinci waktu ngasi makan.. zzz.. maaf ya nak, ibumu yang agak kurang tidur saat itu kurang konsentrasi waktu lagi ngasi makan kelinci..



But overall anaknya happy lah.. bapak ibunya sih biasa aja.. cuma yang jadi tau, "Oh gini toh bentuknya Farmhouse.. lain kali ga usah kesini lagi ya, hahaha.."

Selanjutnya kami udah kadung cape.. jadi kami minta pak sopir untuk mampir ke mini market sebelum kami istirahat di hotel Gran Aquila di daerah Pasteur.

Untung banget deh tu pak sopir, disewa untuk 12 jam tapi ga sampe 12 jam kami udahan, hahaha.. rezekinya dia lah ya..

Di hotel karena kami mager, kami pun pesan makan via gofood. Lalu tidur cepat dan keesokan paginya baru kami beraktivitas dan menikmati suasana hotel..


Mengakhiri perjalanan mudik yang panjang dengan istirahat di hotel itu menurut saya adalah hal yang menyenangkan. Sebab kami bisa me-refresh pikiran sebelum kami harus kembali menghadapi rutinitas di ibu kota.. Waktu istirahat di Bandung kemarin itu juga membuat perjalanan mudik kami lebih berarti dan akan selalu dikenang..

Kenapa dikenang? Tunggu lanjutan ceritanya ya.. soal pascamudik lebaran.. :)

See you..