Potong rambut dan Kerja halal..
Sori kalau ujug2 saya tertarik nulis tentang kerja halal..
Cerita ini saya peroleh, Kamis (5/8) lalu waktu saya memutuskan untuk potong rambut setelah berbulan2 lamanya.. Saya mulai begah dengan rambut kriting kepanjangan yang udah nyewiswis aneh ini.. Saya pun pergi potong rambut di salon lengganan dekat rumah, langganan mungkin sejak SD atau SMP.. Alasan saya potong rambut di situ sih simple saja.. Saya yakin hasilnya ga jelek, dan harganya ekonomis realistis *halah*
tapi potong rambut hari ini cukup spesial karena di tengah proses potong rambut, si om (yg saya samarkan namanya menjadi anonim ini) nerima telpon dari seseorang.
"assalamu'alaikum.. Oh iya ngih ngih.. Acaranya jam5 sampai jam 8 kan? Nanti saya dateng jam4.." kata si om sambil mengakhiri teleponnya..
Saya pun iseng2 tanya itu ngurusin acara apakah dia.. Dan dia pun bilang bahwa itu kerjaan lain, sebagai pawang hujan.. *eh.. saya tidak pernah tahu kalau dia pawang hujan..*
Tapi gapapa.. Saya malah mendengar cerita tentang kariernya sebagai pawang hujan yang mungkin cukup "baik" karena dia bilang ada range harga yg kalau kata dia,"aku ga bisa ngerusak harga, jadi kalau lebih boleh, kalau kurang atau nurunin harga ga bisa.." karena itu juga, dia ga pernah mau nerima kerjaan jd pawang hajatan.. "kalau hajatan mending saya bantu2 aja deh. Bukan untuk nyari penghasilan.." katanya.
Sebelum saya bertanya lebih lanjut, om anonim ini pun semakin banyak bercerita bahwa dia pernah jg bekerja ngebor sumur di bali, dan kerjaan lainnya yaitu menyewakan sound system..
Semua hal dilakoni om anonim karena memang dia tidak punya pegangan "ijazah" ataupun piagam atas keterampilan dia soal salon.. Dia cerita pernah dia ditawarin menjadi trainer untuk penata rambut baru.. Tapi akhirnya ga tahan lama juga karena susah untuk itung2an gaji krn ga ada ijazah dan kawan2nya itu.
"yang saya kerjain yang penting halal.. Kalau bisa dikerjain, ya saya kerjain," kata dia.
*saya tercenung sejenak.. mikir..*
Tapi kemudian dia juga bercerita lagi kenapa dia memilih untuk kerja "freelance" daripada menjadi pegawai.. Dia mengaku pernah menjadi karyawan telkom bidanh pendataan, tapi keluar. Lalu sudah sampai posisi manager di sebuah PT, tapi juga keluar karena ga betah.
"saya dari kecil kayanya emang ga mau jadi pegawai. Karena bapak saya yang kerja di PN Tani (mungkin sekarang PT Perhutani) itu sibuk terus sampai ga punya waktu untuk keluarganya, bahkan saat weekend. Saya suka iri sama teman2 saya yg bisa jalan2 sama bapaknya di hari libur. Saya janji kalau punya anak nanti saya gamau jadi pegawai." gitu katanya.
*saya pun kembali diam..*
Sambil terus motong rambut saya, si om anonim ini masih terus cerita.. Dia bilang bahwa kerja freelance memang kadang kita punya uang banyak, tapi begitu sepi ya turun lagi.. "intinya memang kita harus punya keterampilan untuk bisa bertahan hidup, dan akhirnya bisa jadi (pegangan) hidup," katanya.
Asal tahu saja, setelah sesi potong rambut itu saya liputan peluncuran buku "belajar dari kearifan Gus Dur" di bilangan karet, selanjutnya saya bertemu suami saya untuk bekerja (mengetik) di kopi luwak GI.. Saat itu di bundaran HI, hujan mulai deras.. Langit jakarta sore itu pun gelap sekali.. Entah kenap yang ada saya saat itu tersenyum, dan bergumam,"apa ini hujan kiriman om anonim yang jadi pawang di hotel harris?" saya kurang tau juga sih, tapi yang jelas saat itu saya sekaligus berdoa semoga di hotel harris ga ujan.. :)
Om anonim, sukses terus yaah.. Semoga makin banyak order dari rejeki yang halal..
Monday, August 23, 2010
Thursday, August 05, 2010
menulis dengan hati.. :)
Menulis dengan hati..
Itu kata seorang kawan saya suatu hari saat liputan di istana (presiden) dan hari itu ada belasan bahan berita yg bisa dibuat.. Tapi jika tidak sanggup dibuat semua, tentu harus dipilah2.. Jadi menulisnya harus dengan hati.. *nyambung gas sih???*
tapi yaaa begitulah maksudnya..
Berkaitan dengan itu, tulisan saya kali ini adalah tentang "hubungan" saya dengan narasumber dan hubungannya dengan menulis dengan hati..
Belum lama ini seorang kawan saya-dr media tetangga-melabeli saya sebagai "boedionoholic".. Yang tentu saja label itu dia berikan dengan "sarkas"..
Saya dapet label itu karena waktu itu wapres boediono itu suaranya hilang (krn sakit tenggorokan) dan dia hanya memberi sambutan selama 5 menit, dari normal pidato 20 menitan.. Pak boed waktu itu mengakui bahwa karena cuaca di daerah kurang bersahat (dari baru pulang dari palu&bandung) sehingga suaranya serak..
Saat itu saya langsung ngetweet,"pak boed kalau kerja jangan di forsir pak, klo pak boed sakit kita semua sedih.." kemudian esok harinya suara pak boed masih serak&saya mendengar kabar dari seorang yg bisa dipercaya bahwa pak boed muntah (sepertinya krn masuk angin) sepulang dari bali..
Dan saya pun cerita kepada kawan ini yang akhirnya melabeli saya seperti itu..
Jujur saja saya tidak suka label itu.. Walaupun saya tidak menampik kalau saya merasa "dekat" dengan narasumber profesor itu.. Dekat dalan artian, saya bisa menulis dengan hati.. Karena bagi saya dia adalah orang yang tidak palsu dalam melakukan segala sesuatu..
Saya (dan juga kawan2 wartawan lainnya di wapres) setiap hari melihat dia bekerja keras.. Saat sibuk bisa 4-5 agenda sehari, dan dia memimpin dari rapat ke rapat mengurai masalah2 yg bagai benang kusut di negara ini.. Kami pun pernah beberapa kali wanti2 ke juru bibir,"mas yopie, bilang pak boed kalo kerja jangan di forsir dong. Nanti sakit dia." yaah gatau sih disampaikan atau engga pesan2 itu, tapi beneran kesian.. Pak boed kan udah tua..
Ironisnya, meski kesibukannya membludak.. Pak boed ini bukanlah orang yang bisa "membuat keputusan" ataupun "mengeluarkan kebijakan".. Karena yg "TAMPIL DI SHOW" tentulah si nomor 1 dan bukan si nomor 2..
Tapi yasudahlah.. Bukan itu maksud dari tulisan ini.. Saya hanya mau berbagi bahwa pak profesor ini benar2 berniat untuk bekerja dengan hati.. Dan ini membuat saya (salah satu wartawan yang "mengawalnya") merasa dekat dan bisa menulis dengan hati.. *jiaaaah*
Rasa "dekat" ini pula yg bisa membuat saya bercerita sangat lancar dan mengalir tentang acara nobar perempat final piala dunia brazil vs belanda lalu.. Saya menikmati semua momen yg terjadi saat itu..
Ataupun saat dia mau preskon tentang redenominasi rupiah.. Kakek dari 5 cucu ini bilang,"sudah lama yah kita ga ketemu.. Terakhir pas nonton bola.. Akhirnya spanyol yah.."
Yeah, basa-basi yang begitu saja tp membuat saya tersenyum.. :)
Hubungan dengan narasumber lainnya yang saya rasakan cukup "dekat" adalah dengan sri mulyani indrawati yang sekarang sudah menjadi managing director world bank itu..
Meski dia sudah tidak lagi di indonesia, saya masih suka merindukan dia loh.. Bahkan saya pernah memimpikan dia krn pada siang harinya saya kecewa karena menteri keuangan yang baru tidak sepintar dia.. *sorry pak agus, no offense..*
Mengenai "hubungan" saya dengan bu ani ini, saya sadar kalo saya bukan wartawan serior yg bisa smsan sama dia.. Ataupun wartawan koran no satu itu yang selalu dipanggil dengan inisial namanya.. Tapi beberapa kali bu ani ini menjawab pertanyaan saya sambil merangkul, layaknya seorang ibu.. Dia pun (di saat moodnya baik tentunya) selalu menjawab pertanyaan wartawan dalam situasi apapun&selalu menjadi berita bagus..
Rasa "dekat" itu pun menjadi rasa sentimentil saat saya trenyuh waktu dia bernyanyi "ke jakarta ku kan kembali" saat farewell party dengan kawan2 forkem.. :'(
Sampai saat ini, dua orang inilah yang bisa membuat saya menulis dengan hati karena merasa "dekat".. Tapi meski begitu bukan berarti saya tidak objektif dalam menulis.. Memaparkan fakta adalah tugas saya.. Tapi jujur saja, narasumber yang bekerja dengan hati inilah yang membuat saya masih bisa bertahan menjadi wartawan di sarang kepalsuan negeri ini.. *lebay*
Udah ah.. Serius amat sih tulisannya, kayak orang bener aja.. Fyi, saya ga terima celaan yaah.. *wanti2 galak* kalau mau nyela dalam hati saja, hehehe..
Ps: mungkin kalau punya banyak waktu luang, bisa dicari tau berapa kali saya menulis frase "dengan hati" di tulisan ini.. Ada souvenir cantik untuk 2 penebak pertama.. *preeeet*
Itu kata seorang kawan saya suatu hari saat liputan di istana (presiden) dan hari itu ada belasan bahan berita yg bisa dibuat.. Tapi jika tidak sanggup dibuat semua, tentu harus dipilah2.. Jadi menulisnya harus dengan hati.. *nyambung gas sih???*
tapi yaaa begitulah maksudnya..
Berkaitan dengan itu, tulisan saya kali ini adalah tentang "hubungan" saya dengan narasumber dan hubungannya dengan menulis dengan hati..
Belum lama ini seorang kawan saya-dr media tetangga-melabeli saya sebagai "boedionoholic".. Yang tentu saja label itu dia berikan dengan "sarkas"..
Saya dapet label itu karena waktu itu wapres boediono itu suaranya hilang (krn sakit tenggorokan) dan dia hanya memberi sambutan selama 5 menit, dari normal pidato 20 menitan.. Pak boed waktu itu mengakui bahwa karena cuaca di daerah kurang bersahat (dari baru pulang dari palu&bandung) sehingga suaranya serak..
Saat itu saya langsung ngetweet,"pak boed kalau kerja jangan di forsir pak, klo pak boed sakit kita semua sedih.." kemudian esok harinya suara pak boed masih serak&saya mendengar kabar dari seorang yg bisa dipercaya bahwa pak boed muntah (sepertinya krn masuk angin) sepulang dari bali..
Dan saya pun cerita kepada kawan ini yang akhirnya melabeli saya seperti itu..
Jujur saja saya tidak suka label itu.. Walaupun saya tidak menampik kalau saya merasa "dekat" dengan narasumber profesor itu.. Dekat dalan artian, saya bisa menulis dengan hati.. Karena bagi saya dia adalah orang yang tidak palsu dalam melakukan segala sesuatu..
Saya (dan juga kawan2 wartawan lainnya di wapres) setiap hari melihat dia bekerja keras.. Saat sibuk bisa 4-5 agenda sehari, dan dia memimpin dari rapat ke rapat mengurai masalah2 yg bagai benang kusut di negara ini.. Kami pun pernah beberapa kali wanti2 ke juru bibir,"mas yopie, bilang pak boed kalo kerja jangan di forsir dong. Nanti sakit dia." yaah gatau sih disampaikan atau engga pesan2 itu, tapi beneran kesian.. Pak boed kan udah tua..
Ironisnya, meski kesibukannya membludak.. Pak boed ini bukanlah orang yang bisa "membuat keputusan" ataupun "mengeluarkan kebijakan".. Karena yg "TAMPIL DI SHOW" tentulah si nomor 1 dan bukan si nomor 2..
Tapi yasudahlah.. Bukan itu maksud dari tulisan ini.. Saya hanya mau berbagi bahwa pak profesor ini benar2 berniat untuk bekerja dengan hati.. Dan ini membuat saya (salah satu wartawan yang "mengawalnya") merasa dekat dan bisa menulis dengan hati.. *jiaaaah*
Rasa "dekat" ini pula yg bisa membuat saya bercerita sangat lancar dan mengalir tentang acara nobar perempat final piala dunia brazil vs belanda lalu.. Saya menikmati semua momen yg terjadi saat itu..
Ataupun saat dia mau preskon tentang redenominasi rupiah.. Kakek dari 5 cucu ini bilang,"sudah lama yah kita ga ketemu.. Terakhir pas nonton bola.. Akhirnya spanyol yah.."
Yeah, basa-basi yang begitu saja tp membuat saya tersenyum.. :)
Hubungan dengan narasumber lainnya yang saya rasakan cukup "dekat" adalah dengan sri mulyani indrawati yang sekarang sudah menjadi managing director world bank itu..
Meski dia sudah tidak lagi di indonesia, saya masih suka merindukan dia loh.. Bahkan saya pernah memimpikan dia krn pada siang harinya saya kecewa karena menteri keuangan yang baru tidak sepintar dia.. *sorry pak agus, no offense..*
Mengenai "hubungan" saya dengan bu ani ini, saya sadar kalo saya bukan wartawan serior yg bisa smsan sama dia.. Ataupun wartawan koran no satu itu yang selalu dipanggil dengan inisial namanya.. Tapi beberapa kali bu ani ini menjawab pertanyaan saya sambil merangkul, layaknya seorang ibu.. Dia pun (di saat moodnya baik tentunya) selalu menjawab pertanyaan wartawan dalam situasi apapun&selalu menjadi berita bagus..
Rasa "dekat" itu pun menjadi rasa sentimentil saat saya trenyuh waktu dia bernyanyi "ke jakarta ku kan kembali" saat farewell party dengan kawan2 forkem.. :'(
Sampai saat ini, dua orang inilah yang bisa membuat saya menulis dengan hati karena merasa "dekat".. Tapi meski begitu bukan berarti saya tidak objektif dalam menulis.. Memaparkan fakta adalah tugas saya.. Tapi jujur saja, narasumber yang bekerja dengan hati inilah yang membuat saya masih bisa bertahan menjadi wartawan di sarang kepalsuan negeri ini.. *lebay*
Udah ah.. Serius amat sih tulisannya, kayak orang bener aja.. Fyi, saya ga terima celaan yaah.. *wanti2 galak* kalau mau nyela dalam hati saja, hehehe..
Ps: mungkin kalau punya banyak waktu luang, bisa dicari tau berapa kali saya menulis frase "dengan hati" di tulisan ini.. Ada souvenir cantik untuk 2 penebak pertama.. *preeeet*
Subscribe to:
Posts (Atom)