Thursday, November 21, 2013

Tentang Kemarin

Kali ini saya menulis blog dalam rangka mendisplinkan diri menulis. *uhuk* Sebab masih ada dua paper yang harus dikerjakan untuk hari senin dan paper-paper lainnya yang entah akan seperti apa. *lah tapi ini malah nulis blog? hehehe*

Kamis pekan lalu saat kelas filsafat ilmu pengetahuan (FIP), dosen yang mengajar ialah Romo Haryatmoko (biasa dipanggil Romo Moko). Dia menerangkan tetang teori dekonstruksi Derrida dan juga pentingnya teks bagi pemikir tersebut karena setiap teks yang dibuat harus bisa dipertanggungjawabkan oleh penulisnya.

Tapi yang menohok saya ketika kuliah itu bukan lah materi kuliah soal Derrida. Namun ucapan Romo Moko yang mengatakan, "Kadang kalau kita mau membuat tulisan atau buku, di kepala kita sudah ada apa yang ingin kita tulis. Namun setelah beneran kita tulis, baru berapa halaman saja kita lihat kok tulisan kita jelek sekali, tidak bagus seperti ketika masih di 'kepala'."

Dari situ Romo Moko melanjutkan kuliahnya dengan bilang, "Makanya nanti kalau membuat tesis, seberapa banyak pun bacaan yang kamu baca, kalau kamu belum mulai menulis sama saja dengan kamu belum membaca." *ouch*

Gila ya si Romo ini, pas banget omongannya pas saya waktu itu belum mengerjakan syntesis essay untuk pemetaan cultural studies (CS) yang Alhamdulillah udah dikumpulin senin kemarin dan UTS FIP yang rencananya saya kumpulkan hari ini.

Berawal dari situ saya mulai punya keyakinan bahwa saya bisa mengerjakan tugas-tugas saya dengan baik. Bukan sok PD, tapi dengan mulai menulis apa yang ada di pikiran kita, ide-ide yang ada di kepala kita (daripada sekadar melayang-layang), tugas-tugas sejauh ini bisa dikerjakan dengan baik (Insya Allah).

Lalu, sesuai dengan judul blog ini, saya ingin bercerita tentang kemarin, Rabu (20/11). Kemarin di kantor ada undangan (wajib) bagi karyawan untuk menghadiri pidato Chairman Media Group Surya Paloh pukul 10.30 WIB. Meski ada label wajib, saya memilih untuk tetap masuk kuliah multikulturalisme bersama Bu Lila. Sebab topik yang akan kami bahas ialah membahas film Good Bye, Lenin!

Entah pilihan saya kuliah tepat atau tidak. Namun yang jelas dari jadwal kuliah jam 09.00 (yang disebut-sebut dimulai pukul 09.30), Bu Lila sendiri datang jam 11. *wakwaw..* Tapi meski begitu, ada lagi hal-hal di luar materi kuliah yang menjadi motivasi saya untuk melanjutkan perkulahan ini dengan baik. Yaitu cerita tentang Seno Gumira Ajidarma.

Dulu ketika masih kuliah S1 dan setelah lulus, buku-buku cerpen Seno selalu menarik perhatian saya. Mungkin buku yang saya baca bukan seri 'yang cukup penting' dari buku-buku yang dikeluarkannya. Sebab saya belum membaca 'kitab omong kosong' (yang direkomendasikan Bu Lila) ataupun Jakarta 2038 yang beberapa kali muncul di materi perkuliahan.

Bu Lila menyebut Seno akan mengajar mahasiswa S2 CS di semester depan di mata kuliah kajian film dan budaya populer. Menurutnya kelas Seno akan menjadi kelas yang menyenangkan. Dua pekan lalu ada kelas kuliah komik Pak Seno, tapi saya tidak hadir karena sakit. *RUGI*

Nah, yang perlu terus diingat oleh saya bukan bagaimana nanti perkuliahannya Pak Seno. Namun soal sosok Seno Gumira Ajidarma yang disebut Bu Lila selalu mendisiplinkan dirinya untuk meluangkan waktu menulis setiap hari. "Pak Seno itu kan sangat sibuk ya. Dia masih mengajar di IKJ, lalu juga kesibukannya di Kompas Gramedia, juga menulis esai-esai lepas untuk majalah-majalah. Tapi dia mendisiplinkan dirinya untuk menulis setiap hari. Padahal kalau seniman biasanya kan semuanya saja," kata Bu Lila.
*Another jleb moment for me*

Tapi dari kelas multi kemarin, setidaknya ada satu hal yang bisa saya ambil sebagai modal saya menjalani kuliah ke depan. Bagaimana kita sendiri mendisiplinkan diri untuk mengerjakan sesuatu. Bukan hanya karena mood, tertekan tenggat, ataupun sekadar mendapat nilai. *Insya Allah bisa dijalanin ya..*

Cerita tentang kemarin tidak selesai sampai di situ. Kemarin saya dari kampus menuju kantor dengan menggunakan commuter line ke Tanah Abang. Dari situ saya lanjut naik mikrolet M11 sampai seberang museum tekstil untuk nyambung naik kopaja P16. Kalau dari sini terlihat perjalanan saya hanyalah rutinitas biasa. Tapi kemarin saya kembali bertemu dengan sopir M11 yang sempet saya sebelin banget karena doi doyan banget ngetem, dan suka neriakin penumpang kalau ongkosnya kurang. Bagi dia ongkos jarak dekat (mau sedekat apapun) tetap Rp3.000, ga kurang.

Karena saya udah gak hobi sama sopir mikrolet itu, akhirnya saya memilih untuk segera turun dan nyambung naik P16 saja. Sebab jalur dia emang nyampe kantor, jadi ga perlu jalan jauh. Namun tumben-tumbenan kemarin saya naik kopaja dari situ sudah penuh empet-empetan. Ya mungkin nasibnya kurang bagus ya terancam berdiri dari Tanah Abang-Kedoya.

Tapi yang membuat saya mau ketawa pas naik kopaja kemarin adalah ada seorang bapak yang membawa delapan ayam kampung dengan posisi kaki-kaki ayamnya diikat terbalik dan dibawa bak bawa kantong kresek. Begitu dia naik. tiga mbak-mbak langsung begidik dan teriak histeris. Kayaknya mereka beneran takut banget sama ayam-ayam itu. Lalu yang terjadi adalah mbak-mbak itu mendusel-dusel ke bagian tengah bus yang udah sempit banget itu untuk menghindari si bapak yang berdiri di belakang.

Ditambah lagi dengan adanya dua orang pengemis/pemalak/pengangguran yang minta uang ke penumpang dengan cara mengancam. "Apa salahnya menyumbang Rp1000-Rp2000 ga akan dibawa mati Pak Bu."

Dari sini saya melihat bahwa angkutan umum ini memang benar-benar milik semua orang. Siapa saja boleh naik (asal bayar), atau kalau ga mau bayar biasanya bermodus menjadi pengamen atau pemalak. Tapi selanjutnya sih perjalanan ga ada masalah, saya dapat duduk di kemanggisan dan sampai di kantor gak kesorean.

Di kantor, tentu topik yang paling mengemuka adalah pidato Surya Paloh di depan karyawan Media Group. Banyak karyawan Media Indonesia yang kecewa karena baik MC maupun Pak Surya hanya menyebut-nyebut Metro TV. Ya mungkin karena Metro TV akan segera berulang tahun 25 November mendatang. Jadi mereka lupa bahwa yang hadir kemarin itu bukan cuma karyawan Metro TV.

Cerita tentang pidato Pak Surya ternyata bukan hanya itu saja. Secara eksplisit doi (katanya) berorasi tentang NasDem. *uhuk* Menjelang 2014 rasanya memang perlu pimpinan partai itu untuk merapatkan barisan. Mengutip dari Mas Donny Redaktur Bahasa, "Pak Surya bilang, sudah tidak memilih NasDem, memilih Partai lain lagi. Seharusnya keluarga mendukung keluarganya." Yap, menurut Mas Donny, Surya Paloh menyebut Media Group sebagai keluarganya, jadi sebagai keluarga seyogyanya mendukung dia di pemilu mendatang, uhuy.

Yaudah deh kalau begitu, jadi ngalor-ngidul ni tulisan. Saya harus berangkat kuliah dulu. Semoga tulisan ini kalau dibaca bisa berguna ya.. Yuk.. Salam restorasi.. *halah*


No comments: