Baby number 3, yay or nay?
Beberapa waktu lalu seorang kawan saya (secara tidak langsung) mengumumkan di medsosnya bahwa dia sedang mengandung anak ketiga.
Seketika itu juga, saya langsung ngomong ke Muai, "Sayang, si A lagi hamil anak ketiga loh. Kita mau juga ga anak ketiga? Hehehe.."
Saya agak lupa sih respons Muai saat itu. Kalau ga salah sih dia bilang boleh-boleh aja. Karena memang bagian terbaik dari punya anak adalah proses pembuatannya.. (jiahahahaha.. 🤪🤪🤪)
Tapi trus selanjutnya (kayaknya setelah berpikir lebih jernih), Muai bilang program baby number 3 ntar dulu. Alasan yang dia kemukakan saat itu bisa saya terima dengan baik karena faktor tole-i belum disapih, lulus toilet training dan jarak umur dengan tole-i yang kurang menguntungkan. Yaitu jarak usia sekolah 3 tahun yang sangat-sangat kami hindari. (Mihil bok biaya sekolah anak..)
Apalagi ada faktor tole-ji mau masuk SD kan. Sekarang kami lagi mempersiapkan biaya sekolah tole-ji (yang masih bisa dicicil sampai april tahun ini..) Selain itu, kami berdua masih mengira-ngira biaya apa saja yang harus disiapkan untuk anak SD nanti. Biaya eskul kah? Katering? Jemputan? Belum kalau mau les-lesan..
Faktor-faktor tersebut udah membuat saya kembali "waras" dan mendamaikan hati bahwa kami belum bisa (atau belum mampu) untuk memiliki anak ketiga..
Tapi kemudian muncul lagi hal yang menggangu pikiran. Yakni, hidup cuma sekali dan terus berjalan maju. Begitupun umur kita. Oke, usia saya tahun ini 36 tahun. Usia yang "masih ideal" untuk mengandung dan punya anak..
Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? 2 tahun lagi? 4 tahun lagi? Kayaknya saya sudah sangat jompo di usia itu.. Sekarang saja suka mager kalau diajak main sama tole-i. Pas menggendong dan mengayun-ayun dia selama 5 menit aja ngos-ngosannya udah kayak lari kemana.. 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
Oh ada juga faktor lain yang harus saya tulis dengan huruf tebal sepertinya. Operasi caecar itu sakit ya. Operasi caesar kedua lebih sakit. Lalu apakah saya siap dengan operasi caesar ketiga yang akan lebih sakit lagi?? I don't think so!
Orang bisa bilang sakitnya ga akan setimpal dengan kebahagiaan yang didapat. Bisa jadi benar, tapi mungkin kebenaran itu bukan untuk saya saat ini.
Jadi kalau enggak program anak ketiga lalu apa?
Banyak hal yang masih menjadi PR besar untuk saya sebagai seorang ibu dengan dua anak. Yaitu bagaimana bisa menjalankan peran sebagai ibu dengan baik. Bagaimana menjaga kewarasan dalam mendidik anak-anak hingga mereka besar nanti. Hingga mereka menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab.
Memang semakin kita dewasa (menua), kita mesti lebih waras. Berpikir dulu sebelum bertindak. Jika sudah bertidak harus memikirkan juga tanggung jawab.
Menjadi orang tua adalah perjalanan seumur hidup. Pembelajaran seumur hidup.
Ini anaknya dua, yang satu usia TK yang satu usia toddler. Fasenya akan berubah lagi nanti ketika mereka memasuki masa SD, remaja, dewasa, OH NO..
Tapi saya pikirkan fase-fase hidup itu nanti dulu lah. I want to be present. Saya benar-benar "hadir" ketika sedang bersama mereka. Karena kadang saya merasa tidak bisa selalu "hadir" untuk menghadapi tingkah polah mereka yang begitulah..
"Namanya juga anak-anak.." kata orang bijak.
Iya namanya memang anak-anak. Tapi kalau orangtua berada dalam kondisi yang ga waras saat menghadapi anak-anak itu, bisa-bisa yang terjadi kontraproduktif dalam hal pengasuhan. Ujung-ujungnya akan membentuk pribadi anak yang pembangkang dan pemberang. (Udah kayak di buku-buku parenting belum ni? 😑😑😑)
Akhirnya, saya (dan muai mungkin) harus mendamaikan diri sendiri dan dengan sadar mengatakan, "Yeah, dua anak itu cukup. Cukup untuk menjaga kewarasan kami sekeluarga."
Beberapa waktu lalu seorang kawan saya (secara tidak langsung) mengumumkan di medsosnya bahwa dia sedang mengandung anak ketiga.
Seketika itu juga, saya langsung ngomong ke Muai, "Sayang, si A lagi hamil anak ketiga loh. Kita mau juga ga anak ketiga? Hehehe.."
Saya agak lupa sih respons Muai saat itu. Kalau ga salah sih dia bilang boleh-boleh aja. Karena memang bagian terbaik dari punya anak adalah proses pembuatannya.. (jiahahahaha.. 🤪🤪🤪)
Tapi trus selanjutnya (kayaknya setelah berpikir lebih jernih), Muai bilang program baby number 3 ntar dulu. Alasan yang dia kemukakan saat itu bisa saya terima dengan baik karena faktor tole-i belum disapih, lulus toilet training dan jarak umur dengan tole-i yang kurang menguntungkan. Yaitu jarak usia sekolah 3 tahun yang sangat-sangat kami hindari. (Mihil bok biaya sekolah anak..)
Apalagi ada faktor tole-ji mau masuk SD kan. Sekarang kami lagi mempersiapkan biaya sekolah tole-ji (yang masih bisa dicicil sampai april tahun ini..) Selain itu, kami berdua masih mengira-ngira biaya apa saja yang harus disiapkan untuk anak SD nanti. Biaya eskul kah? Katering? Jemputan? Belum kalau mau les-lesan..
Faktor-faktor tersebut udah membuat saya kembali "waras" dan mendamaikan hati bahwa kami belum bisa (atau belum mampu) untuk memiliki anak ketiga..
Tapi kemudian muncul lagi hal yang menggangu pikiran. Yakni, hidup cuma sekali dan terus berjalan maju. Begitupun umur kita. Oke, usia saya tahun ini 36 tahun. Usia yang "masih ideal" untuk mengandung dan punya anak..
Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? 2 tahun lagi? 4 tahun lagi? Kayaknya saya sudah sangat jompo di usia itu.. Sekarang saja suka mager kalau diajak main sama tole-i. Pas menggendong dan mengayun-ayun dia selama 5 menit aja ngos-ngosannya udah kayak lari kemana.. 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
Oh ada juga faktor lain yang harus saya tulis dengan huruf tebal sepertinya. Operasi caecar itu sakit ya. Operasi caesar kedua lebih sakit. Lalu apakah saya siap dengan operasi caesar ketiga yang akan lebih sakit lagi?? I don't think so!
Orang bisa bilang sakitnya ga akan setimpal dengan kebahagiaan yang didapat. Bisa jadi benar, tapi mungkin kebenaran itu bukan untuk saya saat ini.
Jadi kalau enggak program anak ketiga lalu apa?
Banyak hal yang masih menjadi PR besar untuk saya sebagai seorang ibu dengan dua anak. Yaitu bagaimana bisa menjalankan peran sebagai ibu dengan baik. Bagaimana menjaga kewarasan dalam mendidik anak-anak hingga mereka besar nanti. Hingga mereka menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab.
Memang semakin kita dewasa (menua), kita mesti lebih waras. Berpikir dulu sebelum bertindak. Jika sudah bertidak harus memikirkan juga tanggung jawab.
Menjadi orang tua adalah perjalanan seumur hidup. Pembelajaran seumur hidup.
Ini anaknya dua, yang satu usia TK yang satu usia toddler. Fasenya akan berubah lagi nanti ketika mereka memasuki masa SD, remaja, dewasa, OH NO..
Tapi saya pikirkan fase-fase hidup itu nanti dulu lah. I want to be present. Saya benar-benar "hadir" ketika sedang bersama mereka. Karena kadang saya merasa tidak bisa selalu "hadir" untuk menghadapi tingkah polah mereka yang begitulah..
"Namanya juga anak-anak.." kata orang bijak.
Iya namanya memang anak-anak. Tapi kalau orangtua berada dalam kondisi yang ga waras saat menghadapi anak-anak itu, bisa-bisa yang terjadi kontraproduktif dalam hal pengasuhan. Ujung-ujungnya akan membentuk pribadi anak yang pembangkang dan pemberang. (Udah kayak di buku-buku parenting belum ni? 😑😑😑)
Akhirnya, saya (dan muai mungkin) harus mendamaikan diri sendiri dan dengan sadar mengatakan, "Yeah, dua anak itu cukup. Cukup untuk menjaga kewarasan kami sekeluarga."