Thursday, July 12, 2012

Kali ini soal pemilu kada DKI*)

Halo.. apa kabar semua?
kali ini saya mau ngomongin soal pemilu kada DKI Jakarta yang udah berlangsung kemarin. *ya udah bisa keliatan dari judulnya kale, pan..*

Ternyata pasangan Jokowi-Ahok unggul sementara ya versi quick count. Ihiy..

*ketauan nyoblosnya siapa, hehe..*

Foke-Nara yang menempati urutan kedua sepertinya ga nyangka mereka di urutan kedua dengan suara hanya 32%-33%.


Apalagi Hidayat-Didik yang ternyata cuma dapet suara 10%-11%.


Kalau Alex-nono kalah sih saya bodo amat. Lagian siapa dia, kok pede bener bakal dapet suara banyak di DKI.. *dudududu..*


Trus kalau calon-calon independen dapet suara kecil, bagi saya bukan kejutan lagi.



Tapi sebelum saya lanjut cerita, bagi yang ga pengen baca silahkan melipir, tapi bagi yang tertarik lanjut baca, yuk mari mampir.. :P

Pemilu kada DKI selalu menjadi obrolan menarik antara saya dan muai. Obrolan kami bermula dari enam pasang kandidat yang diusung oleh 'parta-partai besar' dan juga calon independen beberapa bulan lalu. Saat Golkar memilih Alex Nurdin si Gubernur Sumsel padahal sebelumnya dukung Foke. Lalu PKS yang memilih Hidayat Nur Wahid sebagai cagub dan bukan Triwasaksana aka Bang Sani yang spanduknya udah eksis di mana-mana itu. Ditambah lagi PDIP dan Gerindra menggaet Jokowi yang masih berstatus Walikota Solo. Hal yang membuat Foke si Gubernur incumbent ga bisa jumawa lagi kaya pilkada 2007, saat dia didukung semua parpol kecuali PKS.

Kala itu Muai berkata sama saya, "Nampaknya parpol mulai memanaskan mesin-mesin poltiknya, sayang. Jakarta itu ibaratnya miniatur Indonesia. Kalau di Jakarta sukses, bisa dilihat elektabilitas mereka di 2014 nanti. Bakal rame ni."

Muai bilang Foke yang didukung Demokrat, PAN, PPP, PKB dan beberapa parpol gurem lainnya kemungkinan bakal berat peluangnya untuk menang. Dia kali ini harus berjuang keras untuk menang. Memang sih dia punya keuntungan dengan menjadi incumbent, tapi tetep aja dengan pamor Demokat yang menurun, elektabilitas dia menurun.

Muai juga cerita soal Jokowi yang akhirnya maju DKI 1 karena didukung oleh Prabowo (Gerindra). Awalnya PDIP bilang akan dukung Foke, tapi kemudian Megawati memberi restu Jokowi maju jadi Cagub DKI.
"Itu karena didorong prabowo, makanya akhirnya megawati setuju agar jokowi maju. Prabowo kan punya uang dan masih punya 'kuasa," kata Muai.

Saya yang saat itu nge-fans sama Jokowi sebagai walikota solo sempet jadi ga simpatik loh. Saya saat itu melihat jokowi kok seperti 'aji mumpung' dan ingin mencari kekuasaan sekali yah. Apalagi dengan icon naik metro mini ketika mendaftar ke KPU, pakai kemeja kotak-kotak, lalu mobil iklan jokowi-basuki di mana-mana.

Di sisi lain ada dua calon independen yaitu Faisal Basri, dan Hendarji Supanji. Dua calon ini akhirnya bisa mendaftar jadi cagub setelah mengumpulkan 400-an KTP (kalau ga salah) sebagai basis dukungan. Awalnya kalau ga salah si Faisal Basri sempat terganjal kasus KTP ganda, tapi kemudian dia bisa lolos verifikasi.

Seingat saya Muai ga terlalu banyak ngomentarin soal cagub dari independen ini. Yang ramai justru dukungan dari kawan-kawan saya media sosial. Ada yang ikutan ngumpulin KTP, turut bantu edukasi ide perubahan yang diusung calon independen, dan juga refleksi ada gerakan masyarakat yang sudah muak sama sistem parpol di Indonesia.

Kalau soal pasangan independen ini saya punya pendapat sendiri. Di luar saya ga terlalu suka sama Faisal Basri karena dia sebagai pengamat ekonomi udah ga pernah bisa ditelepon lagi. *alasannya pribadi banget gitu, haha..* Sementara kalau calon independen lainnya, Hendarji Supanji, saya kok ngeliatnya dia seperti 'job seeker' ya?

Selain itu bagi saya calon independen untuk gubernur DKI rasanya belum pas. Kenapa?
Karena untuk membuat keputusan seorang gubernur harus memiliki dukungan di DPRD yang notabene perwakilan dari parpol-parpol. Seingat saya, APBD DKI itu hampir selalu terlambat disahkan karena DPRD-nya lama memutuskannya. Bukan hanya itu, Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI 2010-2030 itu akhirnya baru bisa disahkan pertengahan tahun 2011. Jika tidak didukung oleh DPRD, bagaimana sebuah program bisa berjalan?

Jadi bagi saya, memilih calon dari parpol tetaplah yang terbaik saat ini. Seorang pemimpin yang hebat itu seharusnya bisa memperbaiki sistem dari dalam, bukan membuat sistem baru lagi.

Sebab saya teringat ucapan muai beberapa waktu lalu soal pendirian parpol baru jelang pemilu (termasuk salah satunya partai nasdem, ehem..) "Pendirian parpol baru oleh orang-orang wajah lama itu bukanlah bentuk dari 'demokrasi', tapi hanya 'patologi politik'," kata Muai. *duile banget deh tu quote.*

Tapi akhirnya saya menyadari bahwa quote itu bener, dan itulah yang membuat saya ga begitu respek dengan calon independen di pemilu kada DKI kali ini. *buat timfaisalbiem no offense*

***

Masalah klasik kedua dari pemilu/pemilu kada yang selalu terjadi tapi ga pernah bisa tuntas diselesaikan adalah soal manipulasi daftar pemilih tetap (DPT). Waktu pemilu/pilpres 2009 kemarin coba siapa aja yang menemukan indikasi kecurangan hingga pasangan SBY-Boediono unggul di atas 50% dalam 1x putaran?

Jujur aja saya kala itu termasuk orang yang curigesyen. Soalnya 'rasanya' cukup banyak yang nyoblos JK, tapi kok suaranya kecil banget ya? *saya agak lupa berapa persen suaranya JK* Tapi waktu itu soal DPT bermasalah kan ga pernah selesai diusut, jadi ya gitu deh... kecurangan sangat mungkin terjadi di pemilu kada DKI.


***

Kemarin hari pencoblosan berlangsung.. Memang ada keriuhan macam warga kelurahan ini ga terdaftar, pasien rumah sakit anu jadi bisa nyoblos karena salah bawa formulir, ataupun ada anak 15 tahun bisa nyoblos.. hohoho..

Tapi ternyata saya cukup terkejut dengan hasil quick count yang menempatkan pasangan jokowi-ahok mendapatkan 42%-43% suara.. waaaw.. Soalnya saya mengira jokowi suaranya kemungkinan nomor 2 lah, masih di bawah foke. Tapi ternyata justru foke yang di nomor 2.
"Tenyata di Jakarta itu banyak orang Jawa, sayang," kata muai waktu kami membahas keunggulan Jokowi.

Saya dan muai kemarin antusias banget ngebahas hasil quick count kemarin. Menurut muai ini adalah salah satu gebrakan PDIP-Gerindra jelang 2014.
"Menurutku PDIP beruntung. Di saat mereka paceklik kepemimpinan, tiba-ada tokoh yang disukai dan mempunyai track record bagus di mata masyarakat," kata muai.
"Jokowi itu memang bagus, sayang. Soalnya di solo itu tidak ada penolakan. Mulai dari kalangan ektrimis, nasionalis, alim, pengusaha china, dan lain-lain, semua ga menolak jokowi.," tambah dia.

Hmm.. mungkin itu juga yang terjadi di Jakarta..
Warga butuh perubahan, dan perubahan itu bukan hanya 'lip service' semata..

***

Akhir kata.. hasil pemilu kada yang resmi dari KPUD belum ada sih.. Tapi dengan hasil quick count kemarin cukup menggambarkan kalau akan ada pemilu kada putaran kedua Jokowi-Ahok vs Foke-Nara.

Siapa gubernur yang ingin anda pilih? Jangan lupa gunakan hati nurani anda, uhuy.. :P

*)disclaimer: tulisan ini merupakan opini pribadi
**)foto-foto dari http://kpujakarta.go.id/

No comments: