Ayah, Bapak, Papa, Papi, Daddy, Abah, Romo. Bagaimana anda memanggil ayah anda? Kalau saya memanggilnya, "Bapak."
Kadang saya berandai-andai.. Kira-kira kalau Bapak masih ada, kami bakal masih suka adu mulut ga ya? Saya dan dia sama-sama keras. Tapi saya selalu rindu momen-momen yang sangat pribadi untuk dikenang. Misalnya, saat Bapak menjadi imam solat, saat dia ngajakin saya SKJ, atau saat dia nepuk-nepuk kepala saya kalau lagi cerita..
Ya, dia akan selalu menjadi Ayah Nomor Satu untuk saya, seperti di tulisan ini..
Tapi kali ini saya bukan akan bercerita soal Bapak. Saya mau cerita soal Om Iman, sepupu ayah saya yang setelah Bapak ga ada, dia yang 'menggantikan' peran bapak untuk hari-hari penting di kehidupan saya.. Dia yang memimpin acara lamaran saya&muai Juli 2009 silam (meski foto-fotonya entah keselip di mana.. ) Om Iman juga menjadi wakil keluarga mempelai wanita yang memberi sambutan di acara midodareni, akad nikah, dan resepsi.
Memang bukan Om Iman yang menjadi wali nikah saya karena dia dan ayah saya hanya sepupu dari ayah-ayah mereka yang bersaudara.. Tapi meski Om Iman dan ayah saya hanya sepupu. Tapi hubungan kekeluargaan mereka sangat erat. Om Iman adalah anak tunggal, dan ayah saya termasuk orang yang sangat 'gayeng' dengan keluarganya. Jadi setiap acara selametan di rumah Om Iman, keluarga kami termasuk daftar tetap undangan. Mulai dari acara ulang tahunnya, ulang tahun cucu-cucunya, lamaran anak-anaknya, dan juga nikahan anak-anaknya..
Setelah ayah saya ga ada, keluarga Om Iman ini menurut saya sangat perhatian dengan keluarga kami. Setiap acara arisan keluarga yang rutin diadakan 2 bulan sekali, Om Iman selalu mengajak kami berangkat bareng dia agar tidak susah..
Kali ini saya ingin bercerita tentang Om Iman karena kemarin, saya&muai menjenguk dia di ruang ICU MRCCC Siloam. Kabar yang sangat mengagetkan karena Om Iman ini adalah orang yang ga pernah sakit. Kabarnya dia masuk rumah sakit karena batuk ga sembuh-sembuh selama 2 minggu, ampe ga bia nafas. Akhirnya didiagnosis dokter jantungnya membengkak karena tertekan paru-parunya yang membengkak. jantungnya bocor sedikit karena tertekan paru-parunya, tetapi untunglah fungsi jantungnya masih baik, dan akhirnya dari paru-parunya dikeluarkan cairan hingga 480cc.
Kemarin ketika saya&muai dateng, Om Iman ini masih mau cerita. Kita mau motong ceritanya juga ga enak karena selain kita juga ingin tahu, rasanya kurang sopan juga motong omongan orang tua. Fakta yang menarik dari Om Iman adalah di usianya yang ke-76 (lahir 1 Desember 1935), dia bahkan masih mengajar ilmu pemerintahan di sebuah universitas swasta di Jakarta yang lokasinya dekat bandara soekarno-hatta. Bahkan yang lebih mencengangkan&kadang membuat khawatir, dia kemana-mana menyetir mobil sendiri.
Mungkin dia sakit karena kelelahan tetapi ga dirasakan. Dia sempet cerita sama saya&muai. Semenjak anak pertamanya besarta keluarganya (suami dan dua anaknya) pindah ke BSD setelah sebelumnya tinggal di rumah Om Iman di kemanggisa), rumahnya jadi sepi. Dia bilang kalau habis pulang ngajar, ketika sampai rumah tidak ada orang&kadangkala tidak ada makanan. Sedih deh saya mendengarnya. Sebab di rumah itu tidak ada pembantu lagi, dan yang tinggal di situ cuma Om Iman&Tante In (yang kadang-kadang nginep di BSD untuk nemenin cucunya), dan anak keduanya&suaminya yang dua-duanya sibuk. Sedangkan anak ketiga&keempat Om Iman yang juga sudah berkeluarga, sudah punya rumah masing-masing.
Om Iman mengaku dengan mengajar 4 kali seminggu dari pagi-sore, lalu bolak-balik BSD-kemanggisan akhirnya dia sendiri yang sengsara. Tapi dia bilang punya alasan kenapa tidak tinggal saja di BSD seperti yang disarankan anak pertamanya adalah karena. Sebab dia kasian jika anak keduanya&suaminya hanya berdua saja di kemanggisan.
Mungkin saya salah ya menghakimi soal hal ini. Tapi bagi saya, anak-anaknya Om Iman kurang peka deh. Meski kemarin ada juga cerita kalau anaknya Om Iman yang nomor 3 nanya ke ayahnya, "Gaji dosen Bapak tuh berapa sih? Biar aku aja yang bayarin deh biar bapak ga usah ngajar lagi. Daripada jadinya sakit."
Hmm.. Mungkin maksudnya baik ya nanya begitu.. Tapi menurut saya itu ga menyelesaikan masalah deh. Pasti Om Iman masih setia ngajar karena selain bertanggung jawab sama pekerjaannya, dia juga ingin terus berkembang, tidak stuck.
Pesan saya untuk anak-anaknya Om Iman.. Mungkin lebih baik jika kalian menyediakan supir yang standby terus untuk Om Iman. Jadi dia ga harus nyupir sendiri. Kalau dia ga mau disupirin, ya kasih pengertian dong bahwa jika dia masih mau ngajar ya itu konsekuensi yang terbaik.. Trus kayaknya di rumah kemanggisan juga perlu ada pembantu deh. At least ada yang masak makanan sehat setiap hari untuk ayah kalian.. Yang pasti, kalian harusnya bersyukur masih memiliki ayah yang sedemikian baik&hebatnya.. Berikanlah perhatian kalian yang sebesar-besarnya untuk ayah kalian selagi masih bisa..
*maaf kalo saya jadi emosi*
Akhirnya, saya berdoa semoga Om Iman lekas sembuh&bisa beraktivitas seperti sediakala.. Semangat Om.. :)
No comments:
Post a Comment